Wednesday, April 29, 2020

Syukurlah, Lubang Ozon Terbesar di Kutub Utara Menutup

lubang ozon di arktik

PT Rifan Financindo - Sebuah fenomena aneh terjadi di kutub utara (Arktik) pada musim semi ini ketika lubang berukuran raksasa muncul di lapisan ozon. Kini satelit yang melacak fenomena tersebut menemukan lubang tersebut telah menutup dengan sendirinya.

Lapisan ozon bekerja sebagai tabir surya raksasa untuk Bumi dan melindungi kehidupan dari radiasi ultraviolet yang berbahaya. Lubang ozon yang paling dikenal adalah yang terjadi di Antartika, sehingga lubang ozon di Arktik ini dianggap sebagai keanehan.

Dikutip detikINET dari CNN, Rabu (29/4/2020) tim ilmuwan dari Copernicus Atmospheric Monitoring Services mengumumkan temuan ini pada akhir pekan lalu. Mereka mengatakan lubang ini muncul bukan disebabkan karena kegiatan manusia tapi karena polar vortex di Arctic yang sangat kuat.
Baca Juga :
Karena tidak disebabkan oleh manusia, menutupnya lubang ini juga kemungkinan tidak disebabkan oleh menurunnya polusi akibat pandemi virus Corona.

"COVID19 dan lockdown yang terkait kemungkinan tidak ada hubungannya dengan ini," kata tim CAMS ketika lewat akun Twitter-nya ketika mendapat pertanyaan dari netizen.

"Fenomena ini didorong oleh polar vortex yang kuat dan berdurasi panjang, dan tidak terkait dengan perubahan kualitas udara," sambungnya.

Polar vortex atau pusaran kutub merupakan area yang memiliki tekanan rendah dan udara dingin yang mengelilingi kedua kutub di Bumi. Polar vortex di Arktik biasanya lebih lemah karena ada daratan di dekatnya dan pegunungan yang bisa mengganggu cuaca.

Saat pertama kali diumumkan, lubang ozon di Arktik merupakan yang terbesar dalam catatan sejarah. Sebagian ozon yang biasanya ditemukan di ketinggian 17 km di stratosfer menghilang dan ukurannya hampir sebesar Greenland.

Terakhir kali lubang ozon ditemukan di Arktik terjadi pada tahun 2011 lalu, tapi ukurannya tidak sebesar lubang ozon yang terjadi di tahun 2020.

Ketika lubang ozon di Arktik telah menutup, masih ada lubang ozon di Antartika yang harus dikhawatirkan. Tapi setidaknya ada berita bagus, pada tahun 2019 lubang ozon tersebut merupakan yang terkecil sejak pertama kali ditemukan. PT Rifan Financindo.

Sumber : Detik

Ini Bukti Kalau Antartika Dulunya Hutan

Antartika 
 
Rifanfinancindo  - Saat pakar paleontologi asal Swedish Museum of Natural History, Thomas Mors, meneliti fosil mini berusia 40 juta tahun yang digali di Seymour Island dekat ujung semenanjung Antartika, ia terkejut.

Fosil itu rupanya adalah bagian panggul dan kepala seekor katak. Jenisnya Katak Bertopi atau Helmeted Frog, masih berhubungan dengan katak sejenis yang berasal dari Chile. Panjang tubuhnya sekitar 4 cm.

"Ini adalah penemuan yang sama sekali tidak terduga di bawah mikroskop. Saya langsung menyadari bahwa saya telah menemukan katak pertama Antartika," ujar Mors, dikutip detikINET dari Reuters.

Baca Juga :

Katak tersebut juga merupakan amfibi pertama ditemukan di Antartika yang masih ada keturunannya di zaman modern dan selain itu, mengungkap kondisi mengejutkan masa silam. Disimpulkan 6 juta tahun sebelum jadi benua es, Antartika berupa hutan dan sungai, penuh kehidupan.

"Hal ini memberitahu kita bahwa seluruh ekosistem bisa lenyap oleh perubahan iklim global dan mungkin itu berlangsung cepat," papar Mors.

Diperkirakan saat itu, iklim di Antartika serupa dengan hutan hujan di Chile, amat basah di mana temperatur pada bulan terhangat rata-rata 14 derajat Celcius.

Pada saat katak tersebut masih eksis dan memakan serangga, lapisan es mulai terbentuk. "Karena ada bukti gletser sudah ada 40 juta tahun lalu, menarik bahwa iklimnya ternyata masih cocok untuk vertebrata darat berdarah dingin ini," imbuh Mors.

Sebelumnya, fosil amfibi yang ditemukan di benua itu sudah punah pada masa sekarang. Adapun Katak Bertopi sampai saat ini masih cukup banyak jumlahnya. Rifanfinancindo.

Sumber : detik

Monday, April 27, 2020

Peta Geologi Ungkap Kenapa Bulan Terlihat Bopeng

Bulan purnama
Rifan Financindo - United States Geological Survey (USGS) berhasil menciptakan peta Bulan paling paling komperhensif, di mana itu akan memudahkan misi manusia hingga eksplorasi satelit alami Bumi itu di masa mendatang.

"Untuk pertama kalinya, seluruh permukaan Bulan telah sepenuhnya dipetakan dan diklasifikasikan secara seragam oleh para ilmuwan dari USGS Astrogeology Science Center bekerja sama dengan NASA dan Lunar Planetary Institute," ujar USGS dalam pernyataannya, Senin (27/4/2020).

Pemetaan Bulan ini merupakan hasil penggabungan informasi data dari enam peta regional era Apollo dengan informasi terbaru dari misi satelit terbaru di Bulan.

Baca Juga :

United States Geological Survey (USGS) berhasil menciptakan peta Bulan paling paling komperhensif.United States Geological Survey (USGS) berhasil menciptakan peta Bulan paling paling komperhensif. Foto: USGS

Penggabungan data lama dengan terbaru itu memungkinkan USGS mengembangkan rincian permukaan Bulan, seperti lapisan batu. Ini juga sekaligus jawaban dari persoalan penelitian sebelumnya, di mana nama, deskripsi, dan usia batuan terkadang tidak konsisten.

Hasil dari penggabungan data yang dinamakan USGS dengan "Unified Geological Map of the Moon" ini berfungsi sebagai cetak biru definitif geologi permukaan Bulan untuk misi manusia di masa depan.

Dari pemetaan ini mengungkap jenis kawah, dataran yang ada di Bulan. Begitu juga menjelaskan mengapa Bulan ada bopeng bercorak gelap saat kita melihatnya dari Bumi.

Selain itu juga, pemetaan Bulan ini pun dikatakan akan menyumbang kontribusi bagi komunitas ilmuwan internasional, pendidik, dan masyarakat luas.

"Ini sangat luar biasa melihat USGS menciptakan sumber daya yang dapat membantu NASA dengan perencanaan mereka untuk misi di masa depan," ucap Menurut Direktur USGS dan mantan astronaut NASA Jim Reilly.

Adapun peta geologi Bulan hasil rancangan USGS tersebut memiliki skala 1:5.000.000.

"Peta ini adalah puncak dari proyek berdurasi puluhan tahun. Ini memberikan informasi penting untuk studi ilmiah baru dengan menghubungkan eksplorasi di Bulan dengan seluruh permukaannya," pungkas Ahli Geologi dan Penulis Utama USGS Corey Fortezzo. Rifan Financindo.


Sumber : Detik

Penggila Konspirasi Yakin Tempat Ini Markas Para Alien

Penggila konspirasi UFO dan alien meyakini bahwa ia menemukan tempat yang menjadi base camp atau markasnya para mahluk asing di Planet Mars. 
 
PT Rifan Financindo - Penggila konspirasi UFO dan alien meyakini bahwa ia menemukan tempat yang menjadi base camp atau markasnya para makhluk asing di Planet Mars. Ini terjadi ketika ia menemukan foto di era 90-an dari NASA.

Scott Waring yang mengklaim hal itu mempercayai ada pangkalan yang mengarah ke sarang bawah tanah tempat tinggal alien. Sementara di dekatnya, Waring mengatakan melihat ada sebuah pesawat luar angkasa.

"Gerbang itu sepertinya mengarah ke bawah tanah, yang membuatku berpikir ada pangkalan alien bawah tanah di sini, atau setidaknya ada dulu sekali," ujarnya dikutip dari Express.


Baca Juga :

Foto yang diambil pada sekitar tahun 1999 ini diklaim Waring juga memiliki struktur berbentuk kapal yang sangat unik yang merapat di dalam kawah.

"Kapal itu memiliki lapisan dan panjang keluar dari bagian depan dan atas, seperti teleskop yang keluar dari kapal selam," lanjutnya.

Bahkan, Waring berspekulasi ini dilakukan para alien untuk mendeteksi keamanan dan mikrometeorit.

"Mikrometeorit tidak akan melukai kapal, tetapi jika perbaikan sedang dilakukan, itu bisa melukai mereka yang melakukan perbaikan," tutupnya. PT Rifan Financindo.

Sumber : Detik

Thursday, April 23, 2020

Penjelasan Ilmuwan Mengapa Virus Corona Tidak Mungkin Buatan Lab

Scientist Working in The Laboratory

Rifanfinancindo - Sudah lama dibantah, namun rumor mengenai virus Corona yang diduga dibuat di lab masih saja banyak dipercaya segelintir orang. Ilmuwan yang percaya virus penyebab COVID-19 tidak mungkin direkayasa pun berkali-kali angkat suara mengenai ini.

Salah satunya adalah immunologist Nigel McMillan dari Menzies Health Institute Queensland. Dikutip dari Science Alert, ia meyakini virus SARS-CoV-2 bukan buatan manusia.

Baca Juga :

"Semua bukti sejauh ini mengarah kepada virus COVID-19 bersumber secara alami dan bukan buatan manusia," ujarnya.

Alasannya, ketika seseorang 'mendesain' virus di lab, perubahan dari sebuah virus adalah tidak masuk akal, sementara virus Corona berkembang menjadi lebih buruk. Belum pernah ditemukan ada sistem di lab yang dapat membuat perubahan sekuens.

Kembali pada akhir Maret, sebuah studi yang dipublikasikan di Nature Medicine menginvestigasi data genom dari SARS-CoV-2 dan mencoba menemukan bagaimana virus itu bermutasi menjadi versi yang mematikan dan mengerikan.

Dari penelitian mereka, mereka menyimpulkan bahwa SARS-CoV-2 tidak dimanipulasi secara genetik.

Meski begitu, muncul juga spekulasi bahwa virus ini kemungkinan lolos dari laboraturium di Wuhan, China. Akan tetapi, fakta yang menjurus sampai ke kesimpulan bahwa pernyataan itu benar masih tidak memiliki bukti yang kuat. Presiden Amerika Serikat Donald Trump sendiri menaruh perhatian khusus pada isu ini, bahkan badan intelijin AS dikabarkan tengah melakukan investigasi lebih lanjut. Rifanfinancindo.

Sumber : Detik