Sunday, September 19, 2021

Ingin Pensiun Jadi Shopaholic? Begini Caranya

 Ilustrasi belanja

PT Rifan Financindo Berjangka - Melakukan kebiasaan belanja secara impulsif atau shopaholic menjadi perilaku yang cukup mengkhawatirkan bagi sebagian orang. Adanya kemunculan pandemi COVID-19 yang membuat beberapa orang menghadapi masalah keuangan, hal ini dianggap menjadi serius.

Belanja secara impulsif tidak membuat sesuatu menjadi lebih sederhana. Menurut Real Financial Progress BMO Harris Bank, sekitar 42 persen konsumen menjawab mereka memperburuk kondisi finansial dengan melakukan pembelian impulsif dan menambah jumlah utang.

Kemudian, setengah dari responden yang terlibat menjawab uang yang digunakan seringkali dihabiskan di atas batas normal dibanding seharusnya. Hal tersebut membuat adanya kenaikan sebanyak 45 persen dalam survei bank bulan April 2021 lalu.

Baca Juga :

Utang dari kartu kredit pun turut meningkat seiring berjalannya waktu. Adapun menurut data Federal Reserve terbaru, konsumen tercatat telah menghabiskan USD 130 miliar (Rp1.854 triliun) yang terjadi pada rentang waktu April 2020 (USD 1 triliun) hingga Januari 2021 (USD 961 miliar).

“Yang menjadi bagian tersulit dari perencanaan finansial adalah mengelola anggaran dan membuat arus kas menjadi surplus (bertambah),” jelas perencana keuangan dan pendiri Switchback Financial Michael Kelly kepada CNBC, Minggu (19/09/2021).

Solusi Cegah Kebiasaan Impulsif
Pengeluaran impuls dianggap Kelly sebagai salah satu hambatan terbesar dalam melakukan perputaran arus kas. Apabila Anda termasuk orang yang memiliki kebiasaan tersebut dengan utang yang menumpuk, ada beberapa cara yang dapat dijadikan solusi.

Pertama, penasehat finansial Parsec Financial Judson Meinhart menyarankan untuk membuat anggaran dengan tujuan-tujuan tertentu yang ingin dicapai. “Apapun itu tulis. Ada dapat lebih mungkin bertindak sesuai tujuan bila menuliskannya,” tambah Meinhart.

Kedua, simpan uang tersebut untuk ditabung agar dapat mencapai target atau tujuan dari apa yang sudah Anda rencanakan sehingga pengeluaran yang dikeluarkan dapat diminimalisasikan.

“Jika Anda dapat mengurangi pembelian impulsif, taruh lebih banyak uang di rekening khusus tabungan untuk mencapai tujuan. Lalu, simpan lebih sedikit sebagai sisanya untuk berbelanja,” papar Meinhart.

Sebenarnya akan lebih baik jika Anda juga memikirkan alasan dari Anda melakukan kebiasaan belanja secara impulsif. Hal tersebut akan mempermudah Anda untuk menemukan akar masalah dari kebiasaan buruk tersebut.

“Seringkali pembelian dilakukan bukan karena Anda punya keinginan yang kuat, tetapi hanya untuk sekedar memenuhi kebutuhan emosional atau penghilang stres saja,” tambah Kelly.

Tujuan yang Lebih Terarah
Hal yang serupa juga disampaikan Kelly terkait kebiasan buruk saat berbelanja. Hanya saja, kali ini Anda diminta untuk menulis nilai-nilai apa saya yang Anda miliki dan selaraskan dengan tujuan belanja Anda, apakah hal tersebut sesuai/tidak.

Janji yang Anda miliki jangan sampai dilupakan, alihkan pikiran untuk tidak menjadikan kegiatan berbelanja sebagai penghilang stres.

“Tinggalkan item keranjang belanja digital Anda setidaknya seharian penuh,” ujar pendiri Pavilion Planning Jessica Goedtel.

Dorongan untuk memiliki keinginan tersebut akan datang terus menerus. Namun, biarkan hasrat tersebut dingin perlahan agar pikiran Anda lebih jernih dan mampu menentukan apakah Anda benar-benar memerlukan barang tersebut atau tidak.

Goedtel juga menegaskan untuk tidak mudah tergiur dengan potongan-potongan harga yang diberikan seperti ‘SALE 50%”. Nantinya, hal tersebut akan mempersulit Anda sendiri dalam melakukan pembelian darurat atau yang tidak direncanakan.

“Jangan simpan aplikasi kartu kredit di gawai Anda. Lakukan pembeliuan dengan kartu debit yang diintegrasi dengan rekening giro yang telah dialokasikan untuk pengeluaran bulanan Anda,” tutup Meinhart. PT Rifan Financindo Berjangka.

Sumber : Liputan 6

No comments:

Post a Comment